- Judul Buku: Mediasi dan Perdamaian
- Penulis: Dr. H. Bagir Manan, SH.,MCL
- Penerbit: Jakarta: Mahkamah Agung, 2004
- Cetakan: Cetakan pertama, Februari 2004
- Bahasa: Indonesia
Sebagai salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Konstitusi Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan lainnya mempunyai tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Dalam menyelesaikan setiap perkara maka aparat peradilan (hakim) harus berpegang pada asas-asas peradilan antara lain asas cepat, sederhana dan biaya ringan.
Salah satu bentuk pelaksanaan dari asas-asas peradilan tersebut adalah upaya damai oleh hakim yang memeriksa dalam perkara perdata dimana sifatnya imperatif. Sudah menjadi tugas para hakim yang menangani perkara agar pihak-pihak berpekara menempuh upaya damai dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi diantara mereka.
Upaya damai adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara (pasal 1851 KUH Perdata).
Ketika upaya damai gagal ditempuh, maka salah satu konsekuensi yang timbul adalah berlanjutnya suatu proses panjang dan bisa melelahkan yang kadang-kadang bergeser tujuan para pihak dalam mencari keadilan menjadi “kalah dan menang” dengan akibat selanjutnya banyaknya perkara yang menumpuk di Mahkamah Agung.
Inilah salah satu tugas berat yang dihadapi Mahkamah Agung saat ini. Kondisi ini terjadi bukan karena upaya damai tidak dilaksanakan, tetapi lebih karena belum maksimal dalam penerapannya. Atau dengan kata lain, hakim dalam menerapkannya masih sebatas formalistis.
Banyaknya tunggakan perkara tersebut mendorong Mahkamah Agung untuk membatasi perkara dengan mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama dalam menerapkan Lembaga Damai, yang sebelumnya telah diatur dalam pasal 130 HIR/154 R.Bg.
Keluarnya ketentuan itu sekaligus sebagai jawaban atas rekomendasi sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI bulan Agustus tahun 2000 agar Mahkamah Agung mengatasi tunggakan perkara.
Saat ini Mahkamah Agung sudah menyiapkan instrumennya, berupa edaran-edaran yang berkaitan termasuk diintrodusinya lembaga mediator yang diikuti dengan membentuk pilot project mediator di pengadilan.
Untuk masing-masing lingkungan Pengadilan Tinggi (PT) di Jawa di tunjuk dua Pengadilan Negeri, sementara untuk di lingkungan PT di luar Jawa, ditunjuk satu Pengadilan Agama.
Selain mengurangi arus perkara yang masuk ke Mahkamah Agung, keuntungan lain penerapan lembaga damai adalah menyediakan forum sendiri bagi masyarakat dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan murah.
Juga akan mengurangi kemungkinan hakim nakal dalam berpekara. Karena bila menggunakan perdamaian, yang menyelesaikan para pihak yang berperkara, dengan hanya dihadiri oleh mediator.
“MEDIASI DAN PERDAMAIAN” ini diterbitkan sebagai salah satu upaya untuk mensosialisasikan pentingnya pemberdayaan lembaga damai yang harus dimaksimalkan oleh hakim dalam perkara perdata. Hal mana saat ini tengah digarap secara serius untuk diterapkan.
Semoga materi-materi yang disajikan dalam buku ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan para hakim untuk membantu memaksimalkan penerapan lembaga damai.
—
Buku Mediasi dan Perdamaian ini terdapat di Perpustakaan EYR Center for Legal Studies yang nantinya akan dibuka untuk kalangan umum. Rekan-rekan dapat membacanya di tempat atau, setelah mendaftar menjadi anggota di Perpustakaan kami. Untuk mendaftar menjadi anggota Perpustakaan EYR CLS, silahkan buka halaman Pendaftaran.
Untuk melihat koleksi buku yang terdapat di Perpustakaan EYR Center for Legal Studies, silahkan buka halaman Katalog Perpustakaan EYR Center for Legal Studies. Untuk melihat Sinopsis buku lainnya, silahkan buka halaman Books Collection.
Nantikan koleksi buku kami selanjutnya ya!