- Penulis: V. Ardi Purnamaningtyas SH., LL.M
- Editor: Hyang Ismalya Mihardja, S.H., M.B.A.
“Kemajuan tidaklah mungkin tanpa perubahan,
dan mereka yang tidak bisa mengubah pikiran mereka tidak bisa mengubah apa pun”– George Bernard Shaw
Artikel ini ditujukan bagi Anda yang memiliki ketertarikan untuk mempelajari ilmu pengembangan diri dan komunikasi yang efektif melalui teknik Neuro Linguistic Programming (NLP), dan bagaimana teknik tersebut dapat digunakan oleh para lawyer dalam menjalankan profesi mereka untuk mencapai tujuan dan hasil akhir yang diinginkan.
Latar Belakang: Sejarah dan Definisi NLP
Neuro Linguistic Programming atau NLP merupakan suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana fungsi otak manusia bekerja. Teknik NLP ditemukan dan dikembangkan oleh Richard Bandler dan John Grinder pada tahun 1970 di California, Amerika Serikat, dan sejak saat itu berkembang pesat hingga sekarang.
Dari hasil penelitian mereka, Richard Bandler dan John Grinder menyatakan bahwa adanya hubungan antara “neuro” atau sistem saraf yang mendapatkan stimulus dari informasi yang diterima melalui panca indra manusia, “linguistic” atau bahasa yang digunakan manusia dalam berkomunikasi, baik verbal, non-verbal maupun bahasa tubuh, dan “programming” yaitu bagaimana manusia mengatur tingkah lakunya untuk mencapai hasil yang optimal.
Dalam menghadirkan dan mengekspresikan pengalaman yang dialami (output), manusia menerima informasi dari lingkungan di luar diri mereka (input) dengan menggunakan lima sistem representasi atau yang dalam ilmu NLP disebut sebagai modalitas. Lima modalitas dalam ilmu NLP yaitu visual (indra penglihatan), auditory (indra pendengaran), kinesthetic (indra perasa, baik perasaan dan sentuhan), olfactory (indra penciuman), dan gustatory (indra pengecap), biasa disingkat menjadi VAKOG (Red: presentasi Syeh Assery, pada Training NLP for Lawyers, Agustus 2023).
Setiap individu memiliki modalitas yang dominan dalam menerima input atau informasi dari luar yang berbeda-beda. Latihan dalam ilmu NLP dapat digunakan untuk mengetahui modalitas mana yang paling dominan dalam diri seseorang, bahkan apabila memang diperlukan, bisa digunakan untuk mengasah kemampuan dalam menggunakan modalitas lain yang dirasa belum maksimal dalam penggunaannya.
Dengan menyadari modalitas apa yang paling dominan yang digunakan oleh seseorang dan kemampuan dalam membaca modalitas apa yang digunakan oleh lawan bicaranya, diharapkan komunikasi antara individu dan lawan bicaranya tersebut dapat terjadi dengan lebih efektif.
Fondasi NLP
Dalam ilmu NLP, terdapat empat pilar utama yang menjadi fondasi seseorang dalam mengambil suatu tindakan atau bertingkah laku.
1. Building Rapport
Rapport atau kedekatan mengacu pada suatu situasi yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana terjadi keharmonisan, keselarasan, atau keterhubungan dalam suatu state of unconscious responsiveness, yaitu bagaimana seseorang merespons lawan bicaranya secara verbal (melalui intonasi suara) maupun non-verbal (melalui gerak tubuh), yang terjadi secara “unconscious” (tanpa disadari oleh lawan bicaranya).
Teknik NLP membantu seorang individu untuk membangun kedekatan (building rapport) dengan lawan bicaranya, sehingga lawan bicara dapat menerima dan merespons informasi yang diberikan oleh individu tersebut sesuai dengan niat dan hasil akhir yang diinginkan.
2. Sensory Acuity
Pada umumnya, manusia memiliki kecenderungan untuk menggunakan hanya sebagian indranya dalam menerima dan merespons informasi yang berasal dari luar dirinya. Sensory acuity dalam NLP menekankan bahwa dunia seseorang akan berubah dan berkembang ketika ia dapat menggunakan seluruh indra yang dimilikinya.
Dengan mengasah sensory acuity atau kepekaan indrawinya dalam berkomunikasi, seseorang tersebut dapat melakukan kalibrasi dengan lebih akurat dengan cara memperhatikan kongruensi antara kalimat non-verbal dengan verbal yang disampaikan oleh lawan bicara.
3. Outcome Orientation
Dengan menerapkan prinsip untuk selalu fokus pada tujuan yang ingin dicapai (outcome orientation), hal ini dapat membantu untuk selalu mengambil keputusan yang terbaik dalam setiap tindakannya.
4. Behavior Flexibility
Memiliki fleksibilitas merupakan kunci penting dalam mempraktikkan NLP, dimana seseorang harus mampu bersikap adaptif dan fleksibel untuk mencapai cita-cita atau tujuan akhir, yang seringkali tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Memiliki alternatif dalam suatu rencana adalah penting agar tetap mampu meraih tujuan yang diinginkan.
Selain empat pondasi utama, dalam ilmu NLP terdapat beberapa presuposisi atau praanggapan, yang memiliki peran penting sebagai fondasi membentuk pola pikir atau mental seseorang. Presuposisi adalah prinsip atau asumsi dasar yang dijadikan landasan dalam perilaku manusia sehari-hari agar manusia tersebut dapat berfungsi secara optimal dan mencapai hasil terbaik dengan cepat.
Beberapa presuposisi yang umum digunakan dalam penerapan ilmu NLP (Red: presentasi Syeh Assery, pada Training NLP for Lawyers, Agustus 2023):
-
- Peta bukanlah wilayah itu sendiri (the map is not the territory).
- Setiap pengalaman memiliki struktur (experience has a structure).
- Setiap orang hidup dalam model unik tentang dunianya masing-masing (everyone lives in their own unique model of the world).
- Kehidupan, pikiran, dan tubuh merupakan satu sistem (life, mind, and body are one system).
- Anda tidak dapat tidak berkomunikasi (you cannot not communicate).
- Makna komunikasi adalah respons yang anda dapatkan (the meaning of a communication is the response you get).
- Dibalik setiap perilaku ada sebuah niat positif (underlying every behavior is a positive intention).
- Orang menentukan pilihan terbaik yang ada menurut mereka (people make the best choices available to them).
- Tidak ada yang namanya kegagalan, hanya umpan-balik (there’s no such thing as failure only feedback).
- Jika apa yang Anda kerjakan tidak bekerja, lakukan hal lainnya (if what you are doing isn’t working, do something else).
- Kita memiliki sumber daya dalam diri untuk mencapai apa yang kita inginkan (we have the resources within us to achieve what we want).
- Jika seseorang mampu melakukan sesuatu, siapapun dapat mempelajari caranya (if one person can do something, anyone can learn to do it).
- Manusia berfungsi secara sempurna (people work perfectly).
- Di dalam sistem apapun, orang yang memiliki fleksibilitas tertinggilah yang akan mengendalikan sistem tersebut (in any system the person with the most flexibility will control the system).
- Pilihan jauh lebih baik daripada tidak ada pilihan sama sekali (choice is better than no choice).
Apabila seseorang mampu untuk memaknai masing-masing dari presuposisi dari ilmu NLP, maka pernyataan tersebut diharapkan dapat memberikan makna positif terhadap pikiran dan perasaan seseorang yang pada akhirnya bisa mengubah tingkah laku dan perasaannya menjadi lebih positif.
Selain itu, dengan memahami presuposisi atau praanggapan NLP, diharapkan seseorang dapat lebih memahami lawan bicaranya dan pada akhirnya memberikan pengaruh sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
Sebagai contoh, presuposisi “peta bukanlah wilayah itu sendiri (the map is not the territory), bermakna bahwa setiap individu memiliki persepsi tersendiri atas kehidupan. Maka ketika kita berkomunikasi dengan lawan bicara, secara perlahan kita akan menemukan apa yang terjadi di dalam map of the world orang tersebut. Artinya, melalui komunikasi kita dapat menyadari persepsi seseorang.
Dalam ilmu NLP, pemahaman atas persepsi lawan bicara menjadi tahap awal dalam pemilihan kata saat berkomunikasi sehingga dapat mencegah konflik saat terjadi ketidaksepahaman.
Bagaimana NLP Dapat Bermanfaat Bagi Profesi Lawyer
Bagi seorang lawyer (atau biasa diterjemahkan menjadi pengacara, advokat, atau penasehat hukum), aktivitas memberikan nasihat (advis) dalam mendampingi klien dan melakukan pembelaan dalam mewakili klien merupakan bagian dari profesi. Sehingga sudah pasti, untuk dapat berpraktik menjalankan profesinya, seorang lawyer perlu memiliki latar belakang dan pengetahuan di bidang hukum sehingga ia dapat menangani suatu kasus atau transaksi yang sedang dihadapi oleh klien dari lawyer tersebut.
Pertanyaannya, apakah ahli dalam ilmu hukum saja cukup bagi seorang lawyer untuk dapat berhasil dalam memenangkan suatu proses negosiasi, mengekspresikan argumen yang meyakinkan pihak lawan maupun Hakim, menyampaikan suatu pendapat hukum hingga dapat diterima oleh kliennya, bahkan untuk dapat berhasil menuai kepercayaan calon klien sehingga mendapatkan suatu pekerjaan dari calon klien tersebut?
Dari pengalaman saya berpraktik sebagai seorang lawyer, ternyata penting bagi seorang lawyer untuk juga memiliki kemampuan (soft skill), antara lain teknik bernegosiasi, komunikasi, dan mendengarkan secara terfokus (active listening), untuk bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
Seorang lawyer yang menguasai teknik NLP akan memiliki kelihaian dalam berkomunikasi dan kemampuan dalam pemilihan bahasa yang tepat sehingga ketika menerima informasi dari lawan bicaranya dengan menggunakan modalitas yang dimilikinya secara maksimal, ia dapat memberikan respons yang bisa mempengaruhi lawan bicaranya (secara positif) dengan tujuan untuk mencapai hasil sesuai yang terbaik.
Selain itu, dengan menguasai teknik NLP, seseorang bisa memiliki kemampuan untuk membaca dan memberikan respons terhadap bahasa tubuh lawan bicara yang dapat membantu dalam membangun kepercayaan dan menyampaikan pesan tertentu yang sifatnya non-verbal. Kemampuan ini sangat berguna untuk digunakan bagi seorang lawyer dalam upaya meyakinkan lawan bicara atas suatu informasi yang disampaikan.
Pada akhirnya, dengan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, hal ini akan memudahkan seorang lawyer untuk dapat memberikan kesan yang baik terhadap lawan bicara secara cepat dan membantu dalam upaya membangun hubungan baik dengan lawan bicara.
Sejalan dengan kutipan George Bernard Shaw di atas, untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan dalam apapun hal yang kita kerjakan, kemauan untuk belajar dari suatu pengalaman dan melakukan perubahan terhadap diri menjadi kunci utama. Perubahan diri bisa dimulai dengan mengubah pola pikir kita, bagaimana kita berpikir tentang diri kita sendiri, orang lain dan lingkungan kita.
Dengan mempelajari teknik yang diberikan dalam ilmu NLP, diharapkan seorang profesional dapat bertransformasi menjadi lebih positif, disamping itu dia akan mampu menjahit jejaring sosialnya menjadi pola produktifitas yang optimal, dan pada akhirnya dapat meraih kesuksesan yang berarti.
EYR Center for Legal Studies Assery Advisory, akan mengadakan Training mengenai NLP untuk Lawyers (Neuro Linguistic Programming), pada 3 dan 4 Oktober 2023. Untuk informasi lebih lengkap, silahkan klik Training NLP for Lawyers.