- Topik: Strategi dan Tips Membangun Karir Sebagai Pengacara: Belajar Dari Salah Satu yang Terbaik / Strategic Tips in Building Career as a Lawyer: Learning From One of The Best
- Hari: Rabu, 26 Juli 2023
- Live at EYR CLS Instagram: https://www.instagram.com/eyrcls/
- Narasumber: Bapak Eri Hertiawan, S.H., LL.M., MCIArb., ALLArb.
- Host: Ibu Hyang I. Mihardja, S.H., M.B.A.
- Tipe Post: Transkrip
- Baca sinopsis dari topik ini di: 15 Minutes Law Literacy: Strategi dan Tips Membangun Karir Sebagai Pengacara

Transkrip Law Literacy
- Bapak Eri Hertiawan (EH)
- Ibu Hyang I. Mihardja (HIM)
HIM: Selamat sore, kembali lagi di 15 Minutes Law Literacy bikin sahabat melek hukum dalam 15 menit saja, tapi 15 menit ini judulnya artinya instan dan ekspres Bang Eri sehingga nanti kurang lebih kita biasanya tidak lebih dari 30 menit.
Terima kasih Bang Eri yang sudah meluangkan waktu untuk kami semua dan rekan-rekan EYR CLS, saya Hyang Ismalya Mihardja represent EYR CLS akan memandu diskusi sore hari ini. Sore ini kita bermaksud untuk mengangkat topik Strategic Tips in Building Career as a Lawyer: Learning from One of The Best.
Nah dari one of the best ini Pak Eri Hertiawan sudah hadir bersama kita. Beliau merupakan Senior Partner di AHP Law Firm khususnya dalam bidang ADR, Aviation & Shipping, beliau juga mendapatkan reward sebagai Southeast Asia’s Top 15 Litigators 2023 dari Asian Legal Business dan banyak lagi prestasi-prestasi lain dan award-award yang sudah dikoleksi oleh Bang Eri. Bang Eri kita awali lagi, dalam waktu kurang lebih 15 menit ini, apa yang Bang Eri ingin sampaikan kepada para pemuda/i yang memiliki cita-cita menjadi lawyer untuk memulai karirnya?
EH: Oke, saya mungkin ambil pelajaran yang dulu mungkin lebih dari 30 tahun yang lalu, setelah wisuda kemudian saya join dengan salah satu Law firm di Jakarta. Pada saat itu saya mendapatkan satu assignment untuk membuat Due Diligence Report. Tapi waktu itu saya tidak tahu tujuan laporan due diligence ini. Nah ini mungkin kesalahan saya pada saat itu, saya tidak bertanya apa yang saya kerjakan dan untuk apa. Sesuai perintah atasan, saya mengerjakan summary dari perusahaan, kemudian setelah selesai, saya pulang.
Hari Jum’at saya pulang, lalu kembali ke kantor hari Senin. Hari Sabtu Minggu tidak ke kantor. Hari Senin saya dipanggil bos saya waktu itu dan mengatakan “dimana responsibility kamu?” nah disitu saya kira, I learn from mistake bahwa responsibility itu adalah satu hal yang paling penting untuk menjadi seorang Lawyer. Responsibility itu harus dilihat secara luas, antara lain kita harus tahu apa yang kita lakukan, kalau kita tidak tahu kita harus bertanya, misalnya dalam contoh tadi, untuk apa Due Diligence ini dilakukan, apa permintaan klien.
Pada saat itu saya tidak tahu bahwa demikian pentingnya hasil Due Diligence untuk rencana akuisisi saham. Bagaimana suatu PT akan melakukan akuisisi kalau dia tidak tahu apa yang akan dibelinya atau perusahaan apa yang akan dibelinya.
Dari situ saya belajar bagaimana responsibility harus dimiliki oleh semua lawyer, baik yang baru masuk ke dalam dunia hukum maupun juga lawyer yang sudah senior termasuk saya. Antara lain, responsibility terhadap klien, responsibility terhadap community, ada social report responsibility juga. Contohnya ada kewajiban pro bono (bekerja tidak dengan bayaran apapun) bagi advokat untuk mewakafkan waktunya selama maksimal 50 jam dalam satu tahun. Jadi kuncinya adalah responsibility.
Dalam perjalanan karir seorang lawyer, kuncinya adalah responsibility, baik pada pekerjaan, klien, lingkungan ataupun masyarakat.
HIM: Oke, thank you Bang Eri, So, kita highlight responsibility yang ditanamkan sejak awal kita berpraktik sebagai seorang lawyer dan terus tumbuh kembang sampai ke level yang tertinggi yakni senior partner atau founding partner. Saya highlight juga, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk kami dan rekan-rekan secara pro bono Bang Eri.
Di samping responsibility, seorang lawyer harus juga menggunakan logikanya, Bang Eri tadi contohkan seorang lawyer harus tahu apa yang lagi dikerjakan, untuk apa tujuannya sebagai salah satu bentuk responsibility-nya
Nah Bang Eri melanjutkan lagi, menurut pandangan Bang Eri kisi-kisi apa yang perlu diketahui oleh lawyer muda dalam menjalani profesinya?
EH: Ya, tentunya kalau dari awal karir yang harus kita cari adalah yang benar-benar mentor kita, artinya kita harus cari senior lawyer yang dapat benar-benar jadi coach kita yang baik. Kita harus cari benar-benar siapa bos kita, kita harus tahu profil mereka, artinya kalau kita melamar kerja ke law firm X misalnya kita harus tahu siapa Mr. X itu, dan bagi yang muda-muda tentunya juga profiling dari seorang Mr. X itu harus dilakukan sehingga kita tahu apakah dia will be a good mentor atau tidak, apakah dia will be a good coach atau tidak, apakah dia will be a good leader atau tidak, apakah dia bos yang bisa ditiru atau tidak, jadi hal-hal seperti itu profiling is very important.
Manakala Anda baru masuk kedalam satu law firm harus tahu siapa partnernya harus tau apa yang dilakukan oleh law firm itu harus tahu juga track record-nya, jadi jangan masuk ke satu law firm yang mana kita tidak mengenal siapapun, kita tidak perlu mengenal secara personal tapi paling tidak profiling itu bisa dilakukan dan apalagi dengan segala macam informasi yang terbuka untuk umum sekarang bisa diakses.
Semua orang bisa melihat siapa dia, apa yang dia lakukan, dia terlibat dalam transaksi apa saja, dia terlibat dalam kasus-kasus apa saja, dan sebagainya.
Bagi para lawyer muda, penting untuk mencari mentor yang baik. Untuk itu sebelum melamar pekerjaan perlu melakukan profiling terhadap calon bos kita. Di era digital ini, melakukan profiling terhadap seseorang tidak terlalu sulit.
HIM: Baik, artinya dalam profiling calon bos boleh berdasarkan reputasi ya Bang. Lalu siapa yang Bang Eri anggap sebagai mentor pertama?
EH: Saya pertama kali kerja dengan Ibu Winita Kusnandar. dia terkenal agak-agak “galak” tapi saya banyak belajar dari beliau. Maksud saya, beliau galak yang beralasan. Saya banyak belajar mengenai ketelitian, bagaimana kita meletakan titik dan koma dalam satu kalimat, bagaimana kita menjawab email dengan baik, bagaimana kita melihat keinginan dari klien, lalu kemudian bagaimana semua produk yang kita buat itu ter-deliver dengan baik.
Selain itu saya juga belajar bagaimana menentukan apakah ada pertanyaan lanjutan dari klien atau tidak, bahkan untuk menulis cover letter untuk mengirimkan suatu draft misalnya saja saya banyak belajar dari beliau. Misalnya dalam hal pengiriman draft gugatan misalnya ada cover letter-nya atau zaman sekarang cover email-nya, apakah menggunakan kata as requested misalnya.
Beliau mengajarkan kenapa harus ada kata as requested karena memang itu permintaan dari mereka, sehingga konsekuensinya kita sebagai lawyer punya hak untuk mendapatkan legal fee. Legal fee itu diperoleh dari sesuatu yang di-request oleh si klien. Jadi sampai se-detail itu dia mengajarkan kepada saya. Kurang lebih selama 4 tahun saya bekerja di kantor beliau, kemudian pindah ke suatu perusahaan dan kemudian pindah lagi ke law firm Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP).
Mentor pertama saya Ibu Winita Kusnandar, dimana saya belajar banyak mengenai ketelitian. Mentor saya selanjutnya adalah Bang Adnan Buyung Nasution, dari beliau saya belajar kepercayaan diri dan keberanian.
Kalau dulu di awal saya belajar ketelitian, di ABNP saya belajar keberanian, serta kepercayadirian. Salah satu yang tidak dapat saya lupakan, saat kami sedang menangani kasus yang sangat besar, yang juga ada kaitannya dengan krisis global pada saat itu. Saya diajak oleh Bang Buyung sebagai juniornya Bang Buyung untuk bertemu dengan para petinggi pejabat, ada 5 atau 6 orang di dalam ruangan dan beliau memperkenalkan saya sebagai seorang junior.
Saat itu saya memang juniornya Bang Buyung. Tapi kemudian kalimat introduction-nya tidak berhenti di situ saja, Bang Buyung menjelaskan bahwa “si Eri ini junior abang, tapi walaupun dia junior, kita yang tua-tua ini harus ikut pendapat dia kalau dia benar, jadi yang tua-tua ini jangan sok tahu mentang-mentang sudah tua, mentang-mentang sudah senior, jadi tidak mendengarkan yang junior.”
Nah hal itu benar-benar membuat saya ada booster kepercayaan diri, ada empowerment walaupun juga masih diawasi dan didampingi oleh Bang Buyung. Pada saat memberikan pendapat beliau juga selalu ada di samping saya. Jadi kalau saya agak sedikit miring beliau luruskan, begitu.
HIM: Lalu Bang, nilai-nilai yang abang terima dari para Mentor ini abang apakan? Sekarang abang sudah jadi senior partner suatu firma terbesar di Jakarta, apa nilai-nilai ini abang pass through ke junior-junior abang sekarang?
EH: Ya, saya kira itu cukup panjang ceritanya ya. Saya juga banyak belajar mengenai integritas dari Bang Buyung. Termasuk bagaimana etika seorang advokat itu harus selalu dijunjung tinggi, code of ethic maksudnya, dan juga tidak boleh keluar dari apa yang sudah diharuskan kode etik advokat.
Lalu kemudian saya juga menularkan kepada yang muda-muda ini bahwa rezeki itu bukan kita yang mengatur tapi rezeki itu Yang di Atas yang mengatur. Jadi, bukan klien kita, bukan siapapun tapi Yang di Atas yang mengatur.
Nah artinya dengan kita menjunjung tinggi integritas, selalu bertindak sesuai dengan kode etik, jujur, tidak perlu khawatir menjadi miskin karena kita jujur. Buktinya alhamdulillah kurang lebih saya 32 tahun jadi lawyer alhamdulillah ada hal-hal yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain, tapi kami miliki. Terutama di kantor kami di AHP sekarang sudah menjadi kantor yang terbesar dan itu juga semua akibat dari konsekuensi logis dari integritas yang benar-benar kami junjung tinggi, saya kira itu.
Saya juga belajar mengenai integritas dari bang Buyung, dan hal ini yang saya coba tularkan kepada junior-junior saya. Jangan integeritas diabaikan demi cari rezeki.
HIM: Kalau dibalik Bang, seandainya klien menginginkan sesuatu yang menurut pandangan abang sebagai lawyer-nya, permintaan tersebut kalau dilakukan akan melanggar integritas sebagai seorang lawyer, Bagaimana tips bersikap yang elok dan elegan dalam menghadapi situasi tersebut?
EH: Ya, yang paling penting adalah bahwa rekomendasi yang kita sampaikan bukan rekomendasi bukan melanggar hukum, itu penting sekali. Kalau misalnya kita dipaksa untuk melakukan hal-hal yang melanggar hukum, misalnya melakukan suap, saya dengan tegas akan mengatakan tidak it’s a big no. Bagi kita untuk melakukan itu dan lagi-lagi kita tidak perlu takut kehilangan rejeki, yang tadi saya sampaikan bahwa rejeki bukan klien yang mengatur tapi Allah yang mengatur.
Ini kalau dipaksakan ya tentunya kami akan berdiplomasi, kami sampaikan aturan hukumnya dan sebagainya, serta konsekuensinya apabila aturan tersebut dilanggar. Misalnya kita dapat memberikan preseden. “Presedennya pak kalau melakukan seperti yang Bapak minta, akibatnya bisa pakai baju oranye (rompi tahanan). Nah hal-hal seperti itu kita jelaskan supaya mereka juga memahami ada konsekuensi logis dari pelanggaran yang akan mereka buat kalau mereka bersikukuh.
Kalau mereka masih bersikukuh juga, ya sudah kami mundur. Hal ini sah-sah saja berdasarkan kode etik dan undang-undang advokat. Seorang kuasa hukum dapat mundur karena klien memaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keyakinan kita sebagai advokat. Perlu diingat, karena advokat itu adalah profesi yang terhormat kita juga harus menjaga kehormatan kita.
Kehormatan kita itu juga harus ditunjukkan dengan perilaku kita, appearance kita, pakaian kita, cara kita berucap dan sebagainya bahkan toga kita. Saya selalu bilang ke associate-associate di sini kalau beli toga belilah yang mahal karena itu adalah pakaian Anda pada saat Anda menjalankan profesi yang terhormat. Jadi itu menunjukan bahwa kita juga menghormati profesi kita.
Dalam hal klien memaksa lawyer melakukan hal yang melanggar kode etik, seorang lawyer patut menjelaskan aturan, serta konsekuensi logis atas permintaan tersebut. Bila memungkinkan perkuat dengan preseden.
Namun bila klien tersebut tetap memaksa, maka seorang lawyer boleh mundur. Mundurnya lawyer dari suatu perkara karena menjaga integritas, tidak melanggar undang-undang advokat ataupun kode etik advokat.
Kalau orang Belanda, ayah saya yang sering berbahasa Belanda selalu mengatakan seseorang itu dilihat dari penampilannya. Penampilan seorang advokat juga harus necis, harus terlihat bahwa dia memang terlihat rapi, profesional dan saya kira klien juga akan melihat itu.
Pernah dalam satu perkara bersidang, saya berpakaian rapi dengan baju yang pantas untuk persidangan yang terhormat tapi di sebelah saya kuasa hukumnya pakai celana jeans, pakai sneakers, pakai baju seperti yang mau clubbing.
Saat itu beliau saya tegur secara tidak langsung, tegurnya melalui hakim. Saya katakan kepada majelis hakim bahwa majelis yang mulia mohon maaf kuasa hukum termohon atau tergugat sepertinya tidak memahami bagaimana cara berpakaian yang sopan, mohon majelis hakim untuk menegurnya.
Etiket menegur yang saya lakukan pun sesuai etika bersidang. Saya tidak berhak menegur langsung kuasa hukum lawan. Teguran harus saya harus sampaikan melalui majelis hakim dan majelis hakim yang akan menegur kuasa hukum lawan.
Integeritas seorang lawyer harus tercermin dari perilaku maupun penampilannya. Misalnya dengan menggunakan pakaian yang necis, sikap dan tutur yang santun dan profesional.
HIM: Ya, artinya code of ethic juga termasuk code of conduct-nya bahkan juga dress code karena itu cerminan dari bentuk menghargai forum dan profesi. Bang tadi sudah nyentuh sedikit tentang klien, bang apa tips yang bisa abang berikan dalam upaya mendapatkan kepercayaan klien dan menjaga kepercayaan itu, artinya klien tetap percaya sama kita dan argo jalan terus?
EH: Ya, oke. Saya kira we have to treat them as a friend. Jadi kalau kita punya teman, teman curhat, teman jalan, teman clubbing dan sebagainya semua akan keluar di situ pembicaraan, curhatnya dan sebagainya. Hal itupun juga saya lakukan terhadap klien-klien, artinya kita anggap mereka sebagai teman, begitu mereka menghadapi permasalahan, mereka akan mencari temannya yang kebetulan lawyer.
Lalu kemudian terjadilah pembicaraan awal, lalu kemudian masuk ke pembicaraan yang lebih dalam lagi, masuk ke pembicaraan yang misalnya memeriksa fakta dan sebagainya, masuk ke kemudian ada komitmen mengenai lawyer fee, dan sebagainya itu konsekuensi logisnya begitulah dari profesi yang kita jalankan, tapi diawal we have to treat them as a friend, kalau tidak akan ada semacam communication barrier, dimana dia hanya datang ke kita pada saat ada masalah.
Yang selalu saya sampaikan adalah, yang saya lakukan adalah klien kita ajak minuman kopi, kita ajak makan siang, cerita sehari-hari, jangan diskusi kasus, cerita yang lain-lain aja. Kalau mereka hobi naik motor misalnya, ayo kita naik motor bareng, atau naik sepeda bareng, sambil cerita yang lain, bukan diskusiin kasus, jadi treat them as a firend.
Tapi memang harus ada batasnya ya. Kalau kita bicara sama teman, mungkin kadang-kadang agak kelewat batas, tapi kalau dengan klien yang kebetulan kita treat sebagai teman tentunya juga harus ada batas. Kita tidak boleh agak kurang ajar, tutur kata harus tetap santun sehingga mereka akan nyaman dengan kita.
Kenyamanan itu akan menimbulkan trust disitulah trust worthy antara lawyer dengan klien yang perlu dibangun, yang awalnya adalah treat them as a firend, karena dengan pertemanan mereka merasa terbantu karena terbantu oleh teman yang kebetulan lawyer.
Perlakukan calon klien atau klien sebagai teman. Tetapi harus tetap ada batasnya, dan jaga sikap santun kita. Sehingga mereka nyaman ketika bercerita dengan kita. Dari rasa nyaman ini akan timbul kepercayaan antara klien dan lawyer. Treat them as a friend.
HIM: Ya, kepercayaan jadi terbangun melalui kenyamanan pertemanan. Tapi tetap harus ada batasan-batasannya, yaitu kode etik.
EH: Saya mau tambahkan di kode etik ini. Banyak lawyer yang lupa atau mungkin tidak paham, sehingga mereka menganggap kode etik advokat itu hanya bacaan pasal-pasal saja. Padahal kalau kita pelajari dengan baik kode etik advokat jelas disebutkan bahwa hukum tertinggi bagi profesi advokat adalah kode etik. Jadi bukan Undang-Undang Dasar 1945, bukan Undang-Undang Advokat, tapi kode etik. Penting bagi lawyer-lawyer muda, atau yang mahasiswa yang ingin menjadi lawyer untuk membaca, memahami dan melaksanakan kode etik itu.
Hukum tertinggi bagi para advokat adalah kode etik profesi advokat. Kode etik ini harus sudah menjadi sesuatu yang masuk ke alam bawah sadar kita. Sehingga etika otomatis terefleksikan dalam sikap seorang lawyer.
HIM: Hukum tertinggi profesi harus dipahami dan diterapkan.
EH: Harus dipahami seperti kita bernapas. Ketika kita bernapas kita gak sadar kita lagi menghirup atau kita lagi menghembuskan napas. Jadi seperti alam bawah sadar kita, karena kehidupan kita sehari-hari kita dikuasai oleh alam bawah sadar, mungkin di atas 50% adalah alam bawah sadar. Kode etik itu harus kita treat sedemikian rupa sehingga kita melakukan itu dengan ketidaksadaran karena yang berjalan adalah alam bawah sadar kita, dengan sendirinya, dengan otomatis seperti kita bernapas.
HIM: Ya, seperti kita bernapas. Bang ada pertanyaan dari peserta, dari Annisazi, “Pak mau tanya, bagaimana cara untuk mengetahui bidang hukum yang paling kita minati untuk fokus berkarir dibidang tersebut?”
EH: Oke, jawabannya saya akan share pengalaman saya, dulu saya paling tidak suka litigasi. Dulu saya paling tidak suka pra peradilan. Dulu saya berpikir apasih dispute resolution, dan dulu saya adalah corporate lawyer. Saya mengerjakan merger, saya mengerjakan akuisisi, mengerjakan loan, RUPS dan sebagainya, semua yang berkaitan dengan korporasi selama 9 tahun.
Tapi ketika kemudian saya masuk ke kantor Bang Buyung dan pada saat itu menangani kasus Karaha Bodas, di situ saya melihat bahwa menarik juga satu persidangan yang kebetulan saat itu sidangnya arbitrase. Pada persidangan tersebut semua benar-benar adu argumen hukum, fakta dan legal argumen.
Saat itu bagi saya sebagai corporate lawyer, menarik sekali. Saat itu saya tertarik dengan bagaimana mereka melakukan cross examination, bagaimana mereka melakukan examination in chief, bagaimana mereka mengajukan pertanyaan kepada lawan dan kepada ahli.
Saat itu saya terpukau dengan kepintaran para lawyer ini. Sekarang saya melakukan itu. Ketika saya akan melakukan cross exam, saya konsultasi dulu ahli geothermal misalnya, saya tanya dulu akuntan publik atau ahli lain terkait kasus yang akan disidangkan. Saya serap ilmunya lalu saya bawa ke persidangan seolah-olah saya mem-brief, padahal saya belajar dulu.
Proses belajar ini yang harus terus menerus dilakukan dan tidak boleh berhenti. Saya kira itu tadi, bagi saya litigasi dalam hal ini dispute resolution lebih memacu adrenalin, lebih menarik. Lalu kemudian saya minta ijin ke Bang Buyung untuk pindah dari corporate ke dispute dan setelah itu sampai detik ini saya juga masih dispute.
Jadi kita harus cari tahu passion kita, hobi kita, di situ kita bisa mencari nafkah. Seperti kalau pernah baca buku Ikigai di situ dijelaskan bagaimana hobi itu bisa make a living, bagaimana kita bisa happy, bagaimana hobi juga bisa bermanfaat bagi masyarakat bukan hanya bagi diri kita sendiri. Saya selalu mengatakan bahwa I’m doing my hobby because practicing Indonesian law is my hobby, jadi pekerjaan tidak ada beban.
Dalam menentukan karir cari passion atau ketertarikan atau hobi. Dari situ bisa menjadi ladang mencari nafkah. Sehingga dalam bekerja tidak menjadi beban.
HIM: Jadi boleh tidak kita sampaikan ke Annisa dan rekan-rekan lain bahwa kita perlu mencari passion kita agar bekerja sambil “main”, sehingga dalam mengerjakan tantangan pekerjaan pun lebih semangat untuk menjawab Bang ya?
EH: Ya betul. Menjawab tantangan itu perlu, tapi tidak kalah penting yaitu curiosity. Sebagai seorang litigator, sebagai seorang dispute lawyer kita harus serba curiga, kalau begini kenapa, kalau dia begitu kenapa, kenapa dia kirim surat seperti ini, kenapa ya dia email-nya bahasanya seperti ini, kenapa minutes of meeting yang dibuat bahasanya seperti itu.
Jadi, we have to learn to be suspicious, ada apa nih, jangan-jangan setelah buat surat seperti ini dia mau somasi. Jadi kecurigaan itu perlu ada, waspada perlu ada dan saya kira itulah modal bagi seorang dispute lawyer,
Tapi sebenarnya modal yang paling utama adalah pemahaman mengenai fakta.
Selain passion, seorang lawyer juga penting memiliki curiosity dan kecurigaan sebagai suatu kewaspadaan.
Beberapa senior advokat berpendapat “kalau dia (seorang advokat) tidak mau memahami fakta, he will be nothing or she will be nothing, dia bisa akan kalah dengan juniornya yang lebih memahami fakta”. Jadi fakta itu yang paling penting.
Kalau fakta memang kurang kuat, baru kita masuk ke dalil. Disitulah jam terbang dari seorang senior lawyer dibutuhkan. Biasanya junior lawyer justru yang pekerjaannya adalah memeriksa fakta, memeriksa dokumen. Sebenarnya itu amunisi yang paling ampuh untuk kita memenangkan perkara. Kalau kita tidak tahu persis faktanya, kita bisa salah strategi. Jadi pemahaman fakta adalah salah satu hal yang paling penting, bukan dalil tapi fakta.
Bagi seorang dispute lawyer, pemahaman atas fakta sangat penting karena fakta adalah dasar menyusun strategi untuk memenangkan suatu perkara.
HIM: Bang kita ada pertanyaan lagi nih dari forum ini saya bacakan ya Bang ya, dari Jonathan Pamungkas, “Apa saja hal-hal esensial yang harus diasah agar dapat jadi dispute lawyer seperi Bang Eri?”
EH: Ya itu tadi kita harus sering bertanya, kalau kita masih agak malu bertanya di luar, kita bertanya di dalam dulu. Pada saat kita diskusi dengan tim kita di kantor yang junior-junior ini harus mau bertanya, apa yang akan dikerjakan, apa objektifnya, apa faktanya dan sebagainya. Lalu setelah pertanyaan what, tentunya why, kenapa begini dan sebagainya.
Lalu kemudian setelah why baru kemudian diskusi masalah how, how to win the case misalnya. jawabannya kembali lagi kepada fakta. Jadi what, why, and how saya kira bisa jadi patokan untuk kita menjadi seorang dispute lawyer, tapi balik lagi bahwa pemahaman fakta lebih penting dari segalanya.
Seorang dispute lawyer yang baik harus selalu meningkatkan pemahamannya atas kasus yang dikerjakan. Pemahaman tersebut dilakukan melalui serangkaian pertanyaan what, why, serta how.
HIM: Baik ada lagi nih bang dari Nasirudin86, “Bang bagaimana mental yang harus disiapkan untuk jadi lawyer bagi mahasiswa hukum?” Silahkan advice-nya Bang
EH: Ya, bagi mahasiswa hukum saya kira yang paling penting adalah bahwa menilai keberhasilan seorang advokat bukan dari materi, saya kira harus benar-benar dicamkan karena materi bukan segalanya. Menurut saya paling penting adalah intergritas, karena begitu integritas kita junjung tinggi, kode etik kita junjung tinggi yang namanya materi pasti ikut. Jadi jangan dibalik.
Jangan melihat kesuksesan itu dari materi, tapi lihatlah dari misalnya pencapaian kemenangan yang melalui proses baik, yakni proses yang melewati due process of law. Jangan kemenangan yang diperoleh melalui undue process of law, seperti suap dan sebagainya.
Kalau saya boleh share, kami di sini (AHP) dalam 100% perkara yang kami tangani di sini, rata-rata kemenangan kami mungkin di atas 80% dan kami menang tanpa uang satu peserpun. Kelihatannya it’s sound impossible, tapi itu buktinya. Kita tidak pernah bayar-bayar, kita tidak pernah menyuap tapi kita bisa menang. Rata-rata kemenangan kami lebih dari 80% tidak mungkin 100%, karena kesempurnaan itu milik Allah, bukan kita advokat, begitukan?
Menurut saya mencapai rata-rata kemenangan lebih dari 80% yang diperoleh tanpa suap itu luar biasa. Sehingga para lawyer muda ini juga harusnya mencontoh, karena sebenarnya it is not impossible, it is possible. Bagi para lawyer muda juga para mahasiswa boleh contoh yang kami lakukan kalau saya bersidang.
Misalnya kita harus bayar uang pendaftaran surat kuasa satu juta yang dibayarkan tepat satu juta tidak lebih tidak kurang. Kalau kami disindir, kami tutup kuping saja, we don’t care. Tapi dibalik sindiran itu kami mendapat respek. Kami well respected atas kemenangan yang kita peroleh dengan tetap mempertahankan integeritas kami.
Saya kira yang paling penting dalam melihat keberhasilan seorang advokat bukan dari materinya tapi prestasinya. Tentu prestasi yang didapat dengan tetap mempertahankan integeritas. Kami di AHP sudah membuktikan, memenangkan suatu perkara tanpa mengenyampingkan integeritas itu sangat mungkin.
HIM: Lalu bang ini banyak sekali success story yang Bang Eri sampaikan tapi boleh kami diceritakan kira-kira tantangan apa yang pernah abang alami yang menurut abang cukup sulit dan abang punya lesson learned tersendiri disitu?
EH: Tidak ada tuh, kalau saya punya prinsip if the client do not listen to me, then listen to another lawyer. Tapi jangan terlalu kaku. Bagi yang muda-muda, kalau nanti jadi lawyer muda lalu kemudian bilang ke kliennya “Pak kalau bapak tidak mendengarkan saya silahkan bapak cari lawyer sendiri”, nanti rugi. Mungkin kalau sudah senior seperti saya, saya sudah punya bargain power untuk menyampaikan hal itu. Biasanya mereka akan datang lagi kembali ke kami.
Bagi saya tidak ada tantangan yang terlalu berat yang saya lalui, karena prinsip saya if the client do not listen to me, then listen to another lawyer.
Kalau ditanya pengalaman pribadi apa yang paling sulit tidak ada saya kira. Semua permasalahan klien ya masalahnya dia bukan masalah saya. Saya hanya membantu, hanya mendampingi kalau dikasus pidana. Makanya kadang-kadang saya bertanya ke lawyer-lawyer muda, di dalam surat kuasa Anda, apakah Anda bertugas mendampingi atau mewakili? Banyak yang menjawab mewakili.
Menurut saya itu salah, karena di dalam pidana tidak ada mewakili yang ada adalah mendampingi. Kalau mewakili dia jadi tersangka nanti, hukumannya juga diwakili nanti. Itu bahaya kan? Jadi kadang-kadang diksi penting untuk dipahami. Di dalam perkara perdata kuasa hukum sifatnya mewakili, namun di dalam perkara pidana penasihat hukum sifatnya mendampingi. Walaupun ini hal yang sederhana, it’s very simple tapi kadang-kadang banyak yang salah.
HIM: Bang sebelum kita tutup, mohon closing statement dari Bang Eri Hertiawan yang merupakan Lawyer Top 15 di Asia untuk litigasi kemudian juga arbiter, mediator serta ahli di bidang ADR, Aviation & Shipping, untuk kita semua supaya bisa kita jadikan bekal untuk kedepannya, silahkan Bang.
EH: Ya, satu kata sebenarnya, integritas, itu saja. Integritas bukan hanya masalah kita tidak menyogok, tidak menyuap, tidak korupsi tapi integritas itu misalnya integritas yang tinggi kita masuk kerja taat pada peraturan di kantor, kalau kerja 5 hari ya kerjanya 5 hari, kalau kerjanya nine to five misalnya ya nine to five, itu juga bagian dari integritas.
Lalu kemudian meeting tidak terlambat saya kira itu juga one of the integrity juga. Jadi sebenarnya satu kata itu saja. Integritas dijunjung tinggi, Insya Allah kalian semua akan menjadi seorang lawyer yang berhasil.
Hal penting yang perlu diingat adalah integeritas, tidak hanya masalah anti suap, tapi integeritas juga tercermin dalam setiap kegiatan dalam pekerjaan kita sehari-hari.
HIM: Insya Allah, intergritas kita highlight. Mungkin boleh saya ulang sedikit bahwa hubungan dengan klien treat them as a friend, agar mereka merasa nyaman. Saya rasa itu terima kasih Bang Eri untuk waktunya, mudah-mudahan nanti ada kesempatan lain teman-teman bisa belajar dari Bang Eri.
Bagi rekan-rekan untuk informasi lebih lanjut atau ingin bertanya sesuatu boleh disampaikan melalui website EYR CLS di Eyrcls.com dan kita ketemu di lain waktu. 15 Minutes Law Literacy bikin sahabat melek hukum dalam 15 menit saja. Thank you Bang Eri, sampai ketemu di lain waktu.
—–
What values did Mr. Eri Hertiawan receive from his mentors and how did he pass them on to his juniors?
Regard Telkom University